Defisiensi Hormon Testoteron

A man reading a newspaper in a wicker chair.

Testosteron adalah hormon seks pria yang terbentuk di testis. Hormon testosteron memiliki fungsi penting dalam berbagai fase kehidupan pria. Pada bayi yang belum lahir, hormon ini memastikan perkembangan organ seks pria. Pada masa pubertas, hormon ini bertanggung jawab untuk maskulinisasi. Sementara pada orang dewasa, hormon ini berfungsi mengatur fungsi seksual dan mempertahankan fenotip pria, yaitu ciri khas pria.

 

Defisiensi Hormon Testosteron atau Hipogonadisme

Hipogonadisme adalah sindrom klinis yang disebabkan dari kegagalan testis untuk menghasilkan tingkat fisiologis testosteron (defisiensi androgen), sperma, atau keduanya, karena gangguan satu atau lebih level hipotalamus-hipofisis-gonad1.


Hipogonadisme dapat terjadi pada pria di segala usia, namun, ada penurunan progresif kadar testosteron seiring bertambahnya usia pria. Hipogonadisme onset lambat (LOH; hipogonadisme terkait usia) adalah sindrom klinis dan biokimiawi yang dikaitkan dengan usia lanjut dan ditandai dengan gejala dan defisiensi kadar testosteron serum di bawah kisaran referensi pria dewasa muda yang sehat sekitar 10 – 35 nmol/L (300 – 1000 ng/dL) 2,3.


Tidak seperti penurunan yang jelas dalam kadar hormon yang terkait dengan menopause wanita, penurunan kadar androgen dengan bertambahnya usia pada pria terjadi secara bertahap dan bervariasi, dan “hipogonadisme onset lambat” – istilah yang lebih tepat daripada "menopause pria" atau "andropause" untuk merujuk pada penurunan kadar testosteron per tahun sebesar 0,5% hingga 2% yang terjadi seiring bertambahnya usia, terlepas dari kondisi penyakit kronis yang terkait dengan penuaan4.

 

Kekurangan testosteron (TD) terjadi pada sekitar 30% pria berusia 40 -79 tahun, dengan peningkatan prevalensi yang sangat terkait dengan  penuaan dan kondisi medis umum termasuk obesitas, diabetes, dan hipertensi. Ada hubungan yang kuat antara TD dan sindrom metabolik, meskipun hubungan tersebut tidak pasti menjadi sebab akibat5.

 

Defisiensi Hormon Testosteron (Hipogonadisme) dan Sindrom Metabolik

Testosteron penting untuk perkembangan organ dan mempertahankan fungsi seks / reproduksi pria dan diperlukan mulai dari awal hingga akhir kehidupan seorang pria. Namun, beberapa tahun terakhir banyak penelitian yang sudah teruji kebenarannya membuktikan bahwa penurunan kadar testosteron menyebabkan penurunan kepadatan tulang dan peningkatan insiden patah tulang, penurunan sel darah merah, penurunan massa otot dan peningkatan lemak, depresi dan gangguan suasana hati. Yang perlu menjadi perhatian khusus adalah peningkatan risiko terjadinya sindrom metabolik dan penyakit jantung koroner yang akhirnya menyebabkan kematian.

 

Menurut National Health Institute, USA, sindrom metabolik adalah sekelompok faktor risiko yang dapat meningkatkan risiko penyakit jantung dan masalah kesehatan lainnya, seperti diabetes dan stroke. Menurut berbagai penelitian, risiko terjadinya penyakit jantung dan pembuluh darah meningkat dua kali lipat, bahkan terjadinya diabetes meningkat lima kali lipat, apabila seseorang menderita sindrom metabolik setelah 5-10 tahun6.

 

Federasi Diabetes Internasional (IDF) menyatakan faktor risiko tersebut adalah, obesitas perut (lingkar perut > 90 cm untuk pria dan > 80 cm untuk wanita Asia), meningkatnya kadar gula darah puasa (> 100 mg/dl), peningkatan trigliserid (> 150 mg/dl) dan penurunanan HDL (< 40 mg/dl untuk pria dan, < 50 mg/dl untuk wanita) dan tekanan darah tinggi (> 130/85 mmHg).

 

Seorang pria didiagnosa memiliki sindrom metabolik bila setidaknya memiliki tiga faktor risiko7. Pertama, kelebihan lemak di area perut merupakan faktor risiko yang lebih besar untuk penyakit jantung dibandingkan kelebihan lemak di bagian lain dari tubuh, seperti pada pinggul. Kedua, tekanan darah tinggi atau hipertensi. Jika tekanan ini meningkat dan tetap tinggi dari waktu ke waktu, hal itu dapat merusak hati dan menyebabkan penumpukan plak. Ketiga, tingginya gula darah puasa. Kondisi ini merupakan tanda awal diabetes.

 

Jika seorang pria menderita sindrom metabolik, maka kemungkinan pria tersebut mengalami hipogonadisme meningkat tiga kali lipat dan angka kematiannya meningkat sekitar satu setengah kali.

 

Di samping itu, seiring bertambahnya usia maka terjadi penurunan kadar hormon testosteron total dalam tubuh seorang pria. Penurunan ini sekitar 2% – 3% per tahun. Maka, di usia 40 tahun kadar testosteron menjadi sekitar 65% – 70% dan pada usia 60 tahun ke atas sekitar 45% – 50% dari usia 25 tahun.

 

Pengobatan TDS

Terapi penggantian hormon dapat membantu pria dengan kekurangan testosteron, meningkatkan kesehatan mental dan fisik, kualitas seksual dan kualitas hidup. Terapi ini juga merupakan cara untuk mencegah osteoporosis.

 

Dalam terapi penggantian hormon semacam itu, kekurangan testosteron dibuat dari luar. Salah satu terapi penggantian hormon dengan cara injeksi adalah dengan Testosterone Undecanoate.

 

Hubungan antara hipogonadisme, sindrom metabolik dan penyakit jantung dan pembuluh darah sudah terbukti, baik secara eksperimental maupun klinis. Oleh karena itu, untuk mengurangi risiko kematian akibat penyakit jantung pada pria dengan hipogonadisme, baik yang disertai sindrom metabolik ataupun yang belum, pemberian terapi sulih hormon testosteron sangatlah penting untuk memotong rantai hubungan timbal balik tersebut. Semakin berat keluhan hipogonadisme yang timbul, semakin besar kemungkinan yang bersangkutan terkena penyakit jantung dan pembuluh darah8.

 

Penelitian membuktikan bahwa terapi testosteron dapat memperbaiki setiap komponen sindrom metabolik, mengurangi massa lemak, memperbaiki massa otot, menurunkan kadar gula, memperbaiki sensitivitas insulin, memperbaiki lipid sehingga kolesterol LDL dan trigleserid dapat turun dan HDL meningkat, dapat mengurangi tekanan darah baik sistolik maupun diastolik9.

 

Referensi:
1.    Bhasin S, Cunningham GR, Hayes FJ, Matsumoto AM, Snyder PJ, Swerdloff RS, Montori VM; Task Force, Endocrine Society. Testosterone therapy in men with androgen deficiency syndromes: an Endocrine Society clinical practice guideline. J Clin Endocrinol Metab. 2010 Jun;95(6):2536-59.
2.    ISA, ISSAM, EAU, EAA and ASA recommendations: investigation, treatment and monitoring of late-onset hypogonadism in males. Wang C, Nieschlag E, Swerdloff RS, Behre H, Hellstrom WJ, Gooren LJ, Kaufman JM, Legros JJ, Lunenfeld B, Morales A, Morley JE, Schulman C, Thompson IM, Weidner W, Wu FC. Aging Male. 2009 Mar;12(1):5-12.
3.    Larsen P, Kronenburg H, Melmed S, et al. William's Textbook of endocrinology, reference values. Philadelphia, PA, USA: Saunders; 2002
4.    Seftel AD. Male hypogonadism. Part I: Epidemiology of hypogonadism. Int J Impot Res 2006; 18(2): 115-20
5.    https://www.amjmed.com/article/S0002-9343(11)00274-9/fulltext
6.    National Health Statistics Reports No.13, May 5, 2009: Prevalence of Metabolic Syndrome Among Adults 20 Years of Age and Over, by Sex, Age, Race and Ethnicity, and Body Mass Index: United States, 2003–2006, by R. Bethene Ervin, Ph.D., R.D., Division of Health and Nutrition Examination Surveys.
7.    Bodie J et al. J Urol 2003; 169:2262–2264.
8.    Diabetes UK, personal communication. 27/02/09.


Saran untuk pasien : Tubuh manusia bereaksi berbeda terhadap obat - obatan. Karena itu, tidak mungkin merekomendasikan obat mana yang paling cocok untuk Anda. Silakan berkonsultasi dengan Dokter Anda.


PP-GEN-ID-0028-1